Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia, 80 % karena komplikasi obstetri dan 20 % oleh sebab lainnya. Sedangkan penyebab tidak langsung adalah “3 Terlambat” dan “4 Terlalu”. Tiga faktor terlambat yang dimaksud adalah terlambat dalam mengambil keputusan, terlambat sampai ke tempat rujukan, dan terlambat dalam mendapat pelayanan di fasilitas kesehatan. Adapun 4 terlalu adalah terlalu muda saat melahirkan, terlalu tua melahirkan, terlalu banyak anak, dan terlalu dekat jarak melahirkan. Untuk mengatasi hal itu diperlukan upaya pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan keterlibatan masyarakat madani termasuk organisasi profesi dalam menurunkan AKI (Angka Kematian Ibu) di Indonesia.
Hal itu disampaikan Menkes, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH. Dr. PH saat membuka Dialog Interaktif Nasional “ Tanggung Jawab Bersama Mengurangi Kematian Ibu dan Balita “, tanggal (10/05, 2010) di Jakarta yang dihadiri 425 peserta, terdiri dari 84 organisasi wanita. Dalam acara itu juga hadir, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari, S. IP. Acara ini diselenggarakan sebagai rekomendasi Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) ke-23 pada bulan Desember 2009. Salah satu hasilnya adalah menurunkan AKI dan AKB sebagai sasaran dalam pencapaian MDGs ( Millenium Development Goals ). Selanjutnya Menkes menegaskan, sesuai RPJMN tahun 2010-2014, sasaran pembangunan kesehatan, yaitu; menurunnya AKI sebesar 118 per 100 ribu KH (Kelahiran Hidup), meningkatnya umur harapan hidup (72 tahun), menurunnya angka kematian bayi (AKB) sebesar 24 per 1000 KH dan menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita menjadi 15%. Kesehatan anak di Indonesia, ujar Menkes terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu sebagai akibat dari perbaikan pelayanan kesehatan. Sebagai contoh, hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, menunjukkan AKB (34 per 1000 KH) dan angka kematian balita/AKABA (44 per 1000 KH), dan AKI (228 per 100 ribu KH). Target pencapaian sasaran di tahun 2015 yaitu, AKB 23 per 1000 KH dan AKBA 32 per 1000 KH. Menurut Menkes, untuk menjamin upaya kesehatan yang berkualitas diperlukan reformasi kesehatan. Pertama, terlaksananya revitalisasi Puskesmas sebagai primary health care berfungsi sebagai pusat pembangunan wilayah perluasan kesehatan, pusat pemberdayaan kesehatan, pusat pelayanan kesehatan primer, dan pusat pelayanan perorangan primer.
Kedua, meningkatkan distribusi, mutu serta terwujudnya pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan ke seluruh wilayah Indonesia secara merata, termasuk distribusinya ke Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK).
Ketiga, pemanfaatan obat generik dan produksi bahan baku obat sendiri secara maksimal, salah satunya dengan saintifikasi jamu.
Keempat, menjamin kesehatan bagi setiap orang terutama masyarakat miskin sesuai UU-SJSN melalui jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) dengan memperluas cakupan kepesertaan.
Kelima, mengatasi permasalahan pelayanan kesehatan di Daerah yang Bermasalah Kesehatan (PDBK).
Keenam, melaksanakan sistem Reformasi Birokrasi untuk menghindari terjadinya penyimpangan administratif, contohnya transparansi data base dan prosedur-prosedur pelayanan adminstrasi serta proses pengadaan barang dan jasa yang sudah melalui proses e-procurement.
Ketujuh, mengupayakan pelayanan kesehatan dengan taraf Internasional bagi masyarakat Indonesia melalui World Class Health Care, ungkap Menkes. Sementera itu, Meneg PP dan PA, Linda Amalia Sari, S.IP, menyatakan dalam RPJMN 2010-2014 dan Kepres No. 5 tahun 2010, ada 3 hal yang harus diarusutamakan, antara lain; pembangunan berkelanjutan dan pengarusutamaan gender. Pengarusutamaan gender mencerminkan kesejajaran peran perempuan dan laki-laki dalam pembangunan nasional, salah satunya adalah Anggaran Responsif Gender, yang berfungsi mengakomodir dan mewadahi kepentingan perempuan dan laki laki dalam setiap pelaksanaan program, termasuk upaya percepatan penurunan angka kematian ibu.
Kedua, meningkatkan distribusi, mutu serta terwujudnya pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan ke seluruh wilayah Indonesia secara merata, termasuk distribusinya ke Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK).
Ketiga, pemanfaatan obat generik dan produksi bahan baku obat sendiri secara maksimal, salah satunya dengan saintifikasi jamu.
Keempat, menjamin kesehatan bagi setiap orang terutama masyarakat miskin sesuai UU-SJSN melalui jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) dengan memperluas cakupan kepesertaan.
Kelima, mengatasi permasalahan pelayanan kesehatan di Daerah yang Bermasalah Kesehatan (PDBK).
Keenam, melaksanakan sistem Reformasi Birokrasi untuk menghindari terjadinya penyimpangan administratif, contohnya transparansi data base dan prosedur-prosedur pelayanan adminstrasi serta proses pengadaan barang dan jasa yang sudah melalui proses e-procurement.
Ketujuh, mengupayakan pelayanan kesehatan dengan taraf Internasional bagi masyarakat Indonesia melalui World Class Health Care, ungkap Menkes. Sementera itu, Meneg PP dan PA, Linda Amalia Sari, S.IP, menyatakan dalam RPJMN 2010-2014 dan Kepres No. 5 tahun 2010, ada 3 hal yang harus diarusutamakan, antara lain; pembangunan berkelanjutan dan pengarusutamaan gender. Pengarusutamaan gender mencerminkan kesejajaran peran perempuan dan laki-laki dalam pembangunan nasional, salah satunya adalah Anggaran Responsif Gender, yang berfungsi mengakomodir dan mewadahi kepentingan perempuan dan laki laki dalam setiap pelaksanaan program, termasuk upaya percepatan penurunan angka kematian ibu.
Sumber : Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar